Terjerat Penyakit Suka Sesama Jenis (Homoseks)
TERJERAT PENYAKIT SUKA SESAMA JENIS (HOMOSEKS)
Pertanyaan.
Saya mempunyai penyakit yang sulit sekali disembuhkan, dan penyakit ini sudah puluhan tahun saya derita, yaitu homoseks.
Saya meminta kepada Redaksi As-Sunnah terapi/pengobatan seperti apa yang harus saya lakukan. Karena sudah berkali-kali saya sudah berobat tetapi tidak pernah sembuh, bahkan bertambah parah. Pernah saya meminta pengobatan pada seorang ustadz, tapi justru ustadz itu malah yang minta dilayani dalam hubungan homoseks tersebut.
Saat ini saya pusing sekali karena setiap melihat seorang laki-laki saya terangsang sekali, sebaliknya kalau melihat perempuan saya tidak ada nafsu. Perlu diketahui bahwa saya sudah berkali-kali dalam melakukan homoseks tersebut. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan, karena penyakit ini seakan-akan sudah mendarah daging pada diri saya dan sulit sekali untuk dihilangkan.
Waktu pertama memang saya dipaksa oleh seorang tetangga, tapi lama-lama malah saya yang minta.
Mohon ma’af kalau surat saya ini tidak sopan, tapi ini adalah jeritan hati saya yang terus bergelora di dada ini.
Mohon ma’af juga saya tidak mencantumkan alamat saya, karena saya malu untuk diketahui teman saya. Jawabannya saya tunggu di majalah As-Sunnah, karena ada teman yang berlangganan majalah tersebut. Saya sangat mengharapkan jawaban dari Redaksi As-Sunnah dan terima kasih banyak atas jawabannya.
Jawaban
Perlu diketahui bahwa perbuatan homoseks, yang di dalam bahasa Arab disebut dengan istilah liwath, adalah perbuatan dosa besar, bahkan lebih besar dari dosa zina.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan yang ringkasnya sebagai berikut:[1] “Telah terjadi perselisihan tentang hukuman liwath apakah lebih keras daripada hukuman zina, atau hukuman zina yang lebih keras, ataukah sama?
Ada tiga pendapat:
- Bahwa hukuman liwath lebih keras daripada hukuman zina, yaitu hukumannya dibunuh, baik sudah menikah atupun belum. Ini adalah pendapat mayoritas umat, seperti: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Khalid bin Walid, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Zaid, Abdullah bin Ma’mar, Az-Zuhri, Rabi’ah bin Abi Abdurahman, Malik, Ishaq bin Rahuyah, Imam Ahmad –dari dua riwayat yang paling shahih dari beliau-, dan Asy-Syafi’i pada salah satu pendapat beliau. (Dan ini adalah pendapat yang paling kuat-red)
- Bahwa hukuman liwath sama dengan hukuman zina. Ini adalah pendapat ‘Atha bin Abi Rabah, Al-Hasan Al-Bashri, Sa’id bin Al-Musayyib, Ibrahim An-Nakha’i, Qataadah, Al-Auza’i, Asy-Syafi’i -pada pendapat beliau yang zhahir-, Imam Ahmad –pada salah satu riwayat dari beliau-, Abu Yusuf dan Muhammad.
- Bahwa hukuman liwath lebih ringan daripada hukuman zina, hukuman ialah ta’zir (hukuman yang ditetapkan oleh imam). Ini adalah pendapat Al-Hakam dan Abu Hanifah.
Golongan pertama menyatakan bahwa tidak ada kemaksiatan yang lebih besar kerusakan/bahayanya dari pada kerusakan/bahaya dosa liwath ini. Kerusakan/bahaya dosa liwath ini di bawah kerusakan/bahaya kekafiran, dan kemungkinan lebih besar daripada kerusakkan/bahaya pembunuhan.
Kaum Nabi Luth adalah yang pertama kali melakukan dosa besar ini, dan Allah menghukum mereka dengan hukuman yang tidak pernah ditimpakan kepada umat yang lain. Allah mengumpulkan berbagai hukuman atas mereka, yang berupa pembinasaan, dijungkir-balikkan kampung mereka lalu ditimpakan atas mereka, dibenamkam di dalam tanah, dilempari dengan batu dari langit.
Kemudian dalil bahwa hukuman liwath lebih keras daripada hukuman zina adalah bahwa Allah menjadikan had (hukuman) atas pelaku pembunuhan itu terserah pilihan fihak wali yang terbunuh, jika dia mau bisa balas bunuh, dan jika dia mau bisa mema’afkan. Sedangkan hukuman liwath, Allah telah menetapkannya, sebagaimana hal itu telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang hal itu ditunjukkan oleh sunnah beliau yang shahih lagi jelas dan tidak ada yang menentangnya, bahkan diamalkan oleh para sahabat beliau dan para Khalifah Rasyidin pengganti beliau.
Telah tetap riwayat dari Khalid bin Walid bahwa dia menemukan di sebagian daerah sekitar Arab, seorang laki-laki yang dinikahi sebagaimana seorang wanita dinikahi, maka beliau menulis surat kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu, lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu bermusyawarah dengan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang paling keras perkataannya tentang hal tersebut, dia berkata: “Tidaklah melakukan hal ini kecuali hanya satu umat saja (yaitu umat Nabi Luth-red), dan kamu telah mengetahui apa yang Allah perbuat terhadap umat (Luth) tersebut. Aku berpendapat hendaklah dia (laki-laki yang dinikahi tersebut) dibakar dengan api.” Maka Abu Bakar menulis surat kepada Khalid bin Walid, kemudian Khalid bin Walid membakarnya[2]
Abdullah bin Abbas berkata (tentang hukuman orang yang berbuat liwath/homoseks): “Dicari bangunan yang paling tingggi di dalam kota, lalu orang yang melakukan liwath dilemparkan dengan terbalik dari atas bangunan itu, kemudian dilempari dengan batu”[3]
Ibnu Abbas mengambil hukuman di atas dari siksaan Allah terhadap kaum Luth, dan Ibnu Abbas-lah yang meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
Barangsiapa yang kamu dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah orang yang melakukannya dan orang yang dikerjainya.[4]
Demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ, لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ, لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ
Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.[5]
Dan tidak tersebut di dalam satu haditspun tentang pelaknatan sampai tiga kali terhadap pezina. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah melaknat beberapa pelaku dosa besar, tetapi tidak lebih dari satu kali, sedangkan pelaknatan terhadap perbuatan liwath ini sampai tiga kali! (alangkah kejinya dosa ini-red)
Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah sepakat mempraktekkan pembunuhan terhadap pelaku liwath, tidak ada perselisihan, tetapi yang diperselisihkan hanyalah bentuk/cara pembunuhan tersebut. Sebagian orang menyangka bahwa para sahabat berselisih tentang hukuman pembunuhannya, kemudian dia meriwayatkan bahwa masalah itu diperselisihkan di kalangan sahabat, padahal para sahabat telah ijma’ (sepakat) tentang hukum bunuh terhadap pelaku liwath tersebut.
Barangsiapa memperhatikan firman Allah Ta’ala tentang larangan zina dan tentang kejinya perbuatan liwath, niscaya jelas baginya tentang perbedaannya.[6]
Allah Ta’ala berfirman tentang larangan zina:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلاً
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. [Al-Isra’/17:32]
Sedangkan firman-Nya tentang liwath:
أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ
“Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu”. [Al-A’raf/7:80]
Allah menyatakan zina sebagai suatu yang keji dengan isim nakirah (tanpa huruf alif dan lam; tidak tertentu), yaitu bahwa zina termasuk sesuatu yang keji. Sedangkan tentang liwath, Allah menyatakan dengan isim ma’rifah (dengan huruf alif dan lam), hal itu berarti bahwa di dalam liwath terkumpul berbagai makna kekejian. Sehingga artinya “Apakah kamu melakukan suatu perbuatan yang kekejiannya telah tetap/nyata /diketahui oleh setiap orang”, karena sudah begitu nyata kekejiannya.
Kemudian Allah menguatkan tentang kejinya liwath tersebut dengan menyatakan bahwa tidak ada seorangpun sebelum kaum Luth yang melakukannya, Dia berfirman:
مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ
Yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu.[Al-A’raf/7:80]
Kemudian Allah menambahkan penguatan dengan menyatakan kalimat yang menjadikan hati menjadi jijik, telinga tidak bisa menerimanya, dan hati nurani akan menjauhinya, yaitu laki-laki yang mendatangi laki-laki lain yang sama dengan dia lalu menikahinya (menyetubuhinya) sebagaimana dia menikahi (menyetubuhi) wanita. Dia berfirman:
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki [Al-A’raf/7:81]
Kemudian Dia menyatakan bahwa mereka merasa cukup terhadap hal tersebut. Dan bahwa yang mendorong mereka melakukannya hanyalah semata-mata syahwat, bukan kebutuhan, yang karenanya seorang laki-laki condong kepada wanita. Yang kebutuhan itu berupa menunaikan keinginan/keperluan (terhadap wanita), kelezatan bersenang-senang, tercapainya kecintaan dan kasih sayang yang dengannya seorang wanita lupa terhadap orang-tuanya dan selalu mengingat suaminya. Dan didapatinya keturunan sebagai penerus generasi manusia yang merupakan makhluk paling mulia. Penjagaan terhadap wanita, pemenuhan kebutuhannya. Terjadinya hubungan (kekerabatan) karena pernikahan, yang hal itu serupa dengan hubungan nasab.
Perbuatan wanita yang melayani laki-laki (suami). Dengan manggauli wanita akan melahirkan makhluk yang paling dicintai oleh Allah, semisal para Nabi, para wali, dan orang-orang yang beriman. Serta kebanggaan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para Nabi yang lain tentang banyaknya umat beliau. Dan lain-lain mashlahat pernikahan. Sedangkan kerusakan yang ada pada liwath bertentangan dengan semua mashlahat pernikahan tadi, dan akan berkembang lagi dengan kerusakan yang tidak mungkin terbatasi, yang perinciannya hanya diketahui oleh Allah semata.
Kemudian Allah menguatkan kekejiannya juga dengan menyatakan bahwa liwath membalikkan “fithrah Allah” dan “tabi’at” yang Allah telah ciptakan pada laki-laki, yaitu syahwat kepada wanita, bukan syahwat kepada laki-laki. Tetapi kemudian mereka membalikkan fithrah dan tabi’at tersebut, lalu mereka mendatangi laki-laki, bukan mendatangi wanita. Oleh karena itulah Allah membalikkan kampung-kampung mereka, Dia menjadikan bagian atas menjadi bawah, demikian juga Allah membalikkan hati mereka dan menjungkirkan mereka pada kepala-kepala mereka di dalam siksaan (yang Dia timpakan terhadap mereka).
Kemudian Allah menguatkan kekejiannya pula dengan menetapkan bahwa mereka telah melampaui batas, Dia berfirman:
بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
“Malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. [Al-A’raf/7:81]
Cobalah diperhatikan, apakah terdapat semacam ini atau mendekati ini tentang zina? Kemudian Allah menguatkan kekejiannya pula atas mereka dengan berfirman:
وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ تَعْمَلُ الْخَبَائِثَ
“Dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji”. [Al-Anbiya’/21:74]
Kemudian Allah menguatkan cercaan atas mereka dengan dua sifat yang sangat keji, Dia berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَاسِقِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik.[Al-Anbiya’/21:74]
Dan Dia menamakan mereka sebagai orang-orang yang berbuat kerusakkan, lewat lisan Nabi mereka:
قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ
“Luth berdo’a:”Ya Rabbku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu”. [Al-Ankabut/29:30]
Dan Dia menamakan mereka sebagai orang-orang yang berbuat kezhaliman, lewat perkataan para malaikat terhadap Nabi Ibrahim:
قَالُوا إِنَّا مُهْلِكُو أَهْلِ هَٰذِهِ الْقَرْيَةِ ۖ إِنَّ أَهْلَهَا كَانُوا ظَالِمِينَ
“Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini; sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zalim”.[Al-Ankabut/29:31]
Cobalah perhatikan satu kaum yang dihukum dengan hukuman-hukuman seperti itu, dan dicela oleh Allah dengan celaan-celaan seperti itu. Dan setelah para malaikat memberitahukan Nabi Ibrahim tentang kebinasaan yang akan ditimpakan terhadap kaum Luth, lalu beliau membantah tentang mereka, maka dikatakan kepada beliau:
يَا إِبْرَاهِيمُ أَعْرِضْ عَنْ هَٰذَا ۖ إِنَّهُ قَدْ جَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ ۖ وَإِنَّهُمْ آتِيهِمْ عَذَابٌ غَيْرُ مَرْدُودٍ
”Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Rabbmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak”. [Huud/11:76]
Dan perhatikanlah kekejian kaum Luth, dan kedurhakaan mereka terhadap Allah yang melewati batas, ketika mereka mendatangi Nabi mereka, Luth, yaitu ketika mereka mendengar bahwa beliau didatangi oleh tamu-tamu pada waktu malam, yang para tamu itu adalah manusia-manusia yang memiliki wajah paling elok. Maka kaum Nabi Luth bersegera mendatangi beliau. Ketika Nabi Luth melihat mereka, beliau berkata kepada mereka:
قَالَ يَا قَوْمِ هَٰؤُلَاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ
“Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu” [Huud/11:78]
Beliau (bermaksud) menebus tamu-tamunya dengan putri-putri beliau, yang beliau akan menikahkan mereka dengan putri-putrinya, karena khawatir tertimpa cela yang sangat terhadap diri dan para tamunya. Yaitu beliau berkata:
قَالَ يَا قَوْمِ هَٰؤُلَاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي ۖ أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ
“Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertaqwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal” [Huud/11:78]
Namun kaumnya menolak secara sombong dan menentang kepada beliau:
قَالُوا لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ
“Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki”. [Huud/11:79]
Maka Nabi Allah, Luth, melantunkan perkataan yang keluar dari hati yang sedih dan sakit:
قَالَ لَوْ أَنَّ لِي بِكُمْ قُوَّةً أَوْ آوِي إِلَىٰ رُكْنٍ شَدِيدٍ
“Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)”.[Huud/11:80]
Kemudian para utusan Allah (para tamu beliau, yang mereka sesungguhnya adalah para malaikat) menghibur beliau dan menjelaskan keadaan yang sebenarnya, mereka memberitahukan bahwa mereka dan juga Nabi Luth tidak akan bisa diganggu, maka janganlah engkau khawatir terhadap mereka, jangan pedulikan mereka, tenanglah. Para tamu (malaikat) mengatakan:
قَالُوا يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ
“Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Rabbmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu”. [Huud/11:81]
Dan mereka mengabarinya kegembiraan dengan janji yang mereka bawa untuk beliau, serta ancaman yang pasti menimpa kaumnya. Mereka berkata:
فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا امْرَأَتَكَ ۖ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ ۚ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ ۚ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ
“Sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat”. [Huud/11:81]
Tetapi Nabi Allah, Luth, menganggap ancaman kebinasaan terhadap kaumnya itu terlalu lama, maka mereka berkata:
أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ
“Bukankah subuh itu sudah dekat”.[Huud/11:81]
Demi Allah, tidaklah kehancuran musuh-musuh Allah dan keselamatan Nabi-Nya dan wali-wali-Nya kecuali antara waktu akhir malam dengan terbitnya fajar. Tiba-tiba kampung mereka telah dicabut dari dasarnya dan diangkat ke langit sampai para malaikat mendengar gonggongan anjing dan ringkikan keledai, lalu datanglah perintah yang tidak bisa ditolak dari Allah Yang Maha Agung kepada hambaNya dan utusanNya, yaitu malaikat Jibril, agar membalikkan kampung itu atas mereka, sebagaimana diberitakan oleh nash Al-Qur’an yang nyata:
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi”. [Huud/11:82]
Maka Allah menjadikan mereka sebagai tanda kekuasaan-Nya bagi seluruh manusia, nasehat bagi orang-orang yang bertaqwa, siksaan yang menjadikan peringatan yang telah terdahulu bagi orang-orang yang sama perbuatannya dengan mereka dari kalangan orang-orang yang berbuat dosa. Dan Allah menjadikan kampung mereka sebagai jalan yang dilewati oleh orang-orang yang lewat/berjalan.:
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ ﴿٧٥﴾ وَإِنَّهَا لَبِسَبِيلٍ مُقِيمٍ ﴿٧٦﴾ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِلْمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (keuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”. [Al-Hijr/15:75-77]
Allah menyiksa mereka ketika mereka tidak sadar, yaitu ketika dalam keadaan tidur, Allah mendatangkan siksaan-Nya ketika mereka dalam keadaan bingung dalam kemabukan mereka. Maka apa yang mereka usahakan tidak ada gunanya, kenikmatan-kenikmatan yang mereka rasakan itu berbalik menjadi rasa sakit, sehingga mereka disiksa dengannya. kenikmatan-kenikmatan telah sirna, dan diirngi oleh penyesalan-penyesalan. Syahwat-syahwat telah terhenti dan diganti kecelakaan-kecelakaan. Mereka bersenang-senang sebentar dan disiksa dalam jangka yang panjang. Mereka bermain-main di tempat permainan yang jelek, maka Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih. Khamr syahwat itu telah memabukkan mereka, sampai mereka tidak sadar darinya kecuali setelah berada di kampung orang-orang yang disiksa. Mereka ditidurkan oleh kelalaian itu, dan tidaklah mereka bangun darinya kecuali setelah mereka berada di tempat-tempat orang-orang yang binasa. Maka mereka menyesal, demi Allah, dengan penyesalan yang sangat, ketika penyesalan telah tidak berguna. Dan mereka menangisi apa yang telah berlalu dengan darah sebagi ganti air mata. Jika engkau bisa melihat bagian atas dan bawah orang-orang itu, sedangkan api neraka keluar dari lubang-lubang wajah dan badan mereka, sedangkan mereka berada di antara api neraka. Mereka minum gelas yang berisi air mendidih, tidak minum minuman yang lezat. Dan dikatakan kepada mereka –sedangkan mereka dalam keadaan diseret diatas muka mereka-: Rasakanlah apa yang telah kamu usahakan.
اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan”. [Ath-Thuur/15:16]
Dan Allah telah mendekatkan jarak siksaan terhadap kaum ini dengan orang-orang yang melakukan seperti perbuatan mereka, Allah berfirman menakut-nakuti agar jangan sampai terkena ancaman-Nya:
وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ
“Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim”. [Huud/11:83]
Kemudian kalau demikian kronis penyakit liwath/homoseks itu, maka apakah ada obatnya?
Maka jawabannya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
إِنَّ اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ وَأَنْزَل لَهُشِفَاءً، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ و جَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali juga menjadikan obat untuknya, orang yang mengetahuinya maka dia mengetahui, orang yang tidak mengetahuinya maka dia tidak mengetahuinya”. [HSR.Ahmad]
Sedangkan obat untuk penyakit tersebut dari dua jalan:
- Pertama, mencegah terjadinya penyakit tersebut sebelum datangnya.
- Kedua, menghilangkannya setelah tertimpa penyakit itu.
Kedua hal itu mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala, tetapi sulit bagi orang yang tidak ditolong oleh-Nya. Karena kunci segala perkara itu ada di tangan-Nya.
Adapun cara pencegahan penyakit ini, ada dua perkara:
Pertama: Menahan pandangan. Karena sesungguhnya pandangan itu adalah panah beracun yang dimilik oleh Iblis. Barangsiapa mengumbar pandangannya niscaya dia selalu menyesal. Dan menahan pendangan itu memiliki berbagai manfaat –merupakan bagian dari obat yang sangat mujarab-, diantaranya:
- Bahwa hal itu merupakan ketaatan terhadap perintah Allah. Yang mana ketaatan terhadap perintah Allah itu merupakan puncak kebahagiaan hamba di dalam kehidupannya dan tempat kembalinya (akhirat).
- Hal itu akan mencegah sampainya pengaruh panah beracun milik Iblis ke dalam hati –yang mungkin saja hal itu merupakan kebinasaannya-
- Hal itu akan memberikan hati kesenangan dan konsentrasi terhadap Allah, sedangkan mengumbar mata akan mencerai-beraikan hati dan menjauhkan dari Allah.
- Hal itu akan menguatkan dan menggembirakan hati, sebaliknya mengumbar pandangan akan melemahkan dan menyedihkan hati.
- Akan menghasilkan cahaya, sebagaimana mengumbar pandangan akan menghasilkan kegelapan.
- Hal itu akan menghasilkan firasat yang benar, yang akan membedakan antara al-haq dengan kebatilan, orang yang jujur dengan orang yang dusta.
- Hal itu akan menghasilkan keteguhan dan keberanian serta kekuatan di dalam hati.
- Hal itu akan menutup jalan masuk setan ke dalam hati.
- Hal itu akan menyibukkan hati berfikir terhadap perkara yang bermanfaat bagi hati, sedangkan mengumbar pandangan akan melupakan dan menghalangi hal tersebut.
- Bahwa antara hati dengan pandangan itu ada jalan dan tempat lewat yang mengharuskan dipisahkannya satu dengan lainnya. Dan bahwa hati dan pandangan itu dapat menjadi baik atau rusak karena yang lainnya. Jika hati rusak maka rusak pulalah pandangan, demikian juga jika pandangan rusak maka rusak pulalah hati. (Maka jangan sampai pandangan itu rusak karena memandang yang haram sehingga akan merusakkan hati pula-red). Inilah sebagian di antara faedah –faedah menahan pandangan mata.
Kedua : Mencegah dari bergantungnya hati terhadap perkara itu (liwath/homoseks).
- Pertama, Yaitu dengan cara menyibukkkan hati dengan perkara yang menjauhkan dari hal tersebut serta menghalanginya dari melakukan perbuatan tersebut.
- Kedua, Menghilangkannya setelah tertimpa penyakit itu.
Ketahuilah bahwa jiwa itu tidak akan meninggalkan satu kesenangan kecuali karena satu kesenangan yang lebih tinggi darinya, atau karena ketakutan terhadap sesuatu yang dibenci, yang mengakibatkan bahaya yang lebih besar dari pada kehilangan kesenangan tadi.
Maka orang tersebut membutuhkan dua perkara:
- Ilmu yang benar yang bisa membedakan antara derajat kecintaan dan kebencian, kemudian lebih dia mengutamakan kecintaan yang lebih tinggi dari pada yang lebih rendah. Dan berani menahan kebencian yang lebih rendah agar terlepas daripada kebencian yang lebih tinggi.
- Kekuatan tekad dan kesabaran yang memungkinkan untuk melakukan perbuatan ini atau meninggalkannya.
Jika semua ini sudah diketahui, maka sangat mustahil akan berkumpul di dalam hati, antara mencintai Allah, yang merupakan kecintaan yang paling tinggi, dengan mabuk terhadap wajah-wajah (sehingga hatinya mabuk untuk melakukan liwath/homoseks yang sangat dilarang dan dicela oleh Allah Ta’ala yang paling dia cintai itu-red). Bahkan kedua hal itu adalah dua perkara yang saling berlawanan, dan tidak akan bertemu. Bahkan salah satunya pastilah akan mengusir yang lain. Maka barangsiapa yang seluruh kekuatan kecintaannya tertuju kepada Allah, yang merupakan kecintaan paling tinggi, maka hal itu akan memalingkan dari kecintaan terhadap lainnya. Seandainya dia mencintai selain Allah, maka dia akan mencintainya karena Allah, atau karena hal itu merupakan sarana menuju kecintaan-Nya, atau karena memutuskan dan mengurangi dari yang bertentangan dengan kecintaan-Nya.
Kecintaan yang sebenarnya mengharuskan menunggalkan yang dicintainya, dan tidak menyekutukan kecintaan antara yang dia cintai dengan lainnya. Apabila yang dicintai itu adalah makhluk, maka dia akan merasa tinggi-hati dan cemburu jika kecintaan terhadapnya disekutui dengan lainnya, maka bagaimana jika yang dicintai itu adalah (Allah) Yang merupakan kecintaan tertinggi, yang sepantasnya kecintaan itu hanya diperuntukkan bagiNya? Oleh karena itulah Allah tidak akan mengampuni jika disekutukan di dalam kecintaan ini, tetapi Dia akan mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dengan demikian mencintai wajah-wajah (sehingga hatinya mabuk untuk melakukan liwath/homoseks yang sangat dilarang dan dicela oleh Allah Ta’ala yang paling dia cintai itu-red) akan menghilangkan kecintaan yang lebih bermanfaat bagi hamba daripada kecintaan terhadap wajah-wajah tersebut. Bahkan akan menghilangkan kecintaan terhadap Allah, padahal tidak ada kebaikan, kenikmatan, dan kehidupan yang bermanfaat kecuali dengan semata-mata mencintaiNya. Maka hendaklah seorang hamba memilih di antara dua kecintaan itu (kecintaan kepada Allah dengan kecintaan kepada wajah-wajah yang menyeret untuk melakukan liwath), karena dua kecintaan itu tidak akan berkumpul di dalam satu hati, dan tidak akan hilang bersama-sama darinya. Bahkan barangsiapa yang berpaling dari mencintai Allah, mengingatNya dan merindukan pertemuan denganNya niscaya Allah akan menjadikannya mencintai selain Allah. Sehingga Allah akan menyiksanya di dunia, di alam kubur dan di akhirat, disebabkan kecintaan kepada selain Allah tadi.
Barangsiapa yang tidak menjadikanAllah sebagai ilahnya (Yang diibadahi ; paling dicintai ; paling ditaati ; paling ditakuti ; paling diagungkan), Pemiliknya, Tuannya, maka ilahnya adalah hawa-nafsunya, Allah Ta’ala berfirman:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”.[Al-Jatsiyah/45: 23]
Demikianlah apa yang kami nukilkan dari Imam Ibnul Qayyim berkaitan dengan penyakit kronis liwath (homosex/ sodomi) ini, mudah-mudahan bisa membantu anda untuk melepaskan diri dari belenggu penyakit yang menyiksa anda ini.
Hanya Allah-lah tempat mengadu dan memohon pertolongan, karena Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun V/1425H/2004M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Kami ringkaskan dari kitab beliau Ad-Da-u wad Dawa-u, hal:260-281, tahqiq & ta’liq Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid, penerbit: Dar Ibnil Jauzi, cet: I, Th:1416 H-1996M
[2] Riwayat Al-Ajuri di dalam Tahrim Al-Liwath no:29; Al-Baihaqi di dalam As-Sunan VIII/232; dan Ibnu Hazm di dalam Al-Muhalla XI/380
[3] Riwayat Ad-Duri di dalam Dzamm Al-Liwath no:48; Al-Ajuri di dalam Tahrim Al-Liwath no:30; ; Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-mushannaf IX/529; dan Al-Baihaqi di dalam As-Sunan VIII/232
[4] HSR. Abu Dawud no:4462; Tirmidzi no:1456; Ibnu Majah no:2561; Ahmad I/300; Al-Hakim IV/355; Al-Baihaqi di dalam As-Sunan VIII/232; dan Al-Ajuri di dalam Tahrim Al-Liwath no:26,27. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Ibnul Qayyim dan lainnya
[5] HR. Ahmad I/309; Abu Ya’la no:2539; Ibnu Hibban no:4417; Al-Hakim IV/356; Ath-Thabarani no:11546; Al-Baihaqi di dalam As-Sunan VIII/231; dari Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih.
[6] Yakni bahwa liwath lebih keji daripada zina-red
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/14115-terjerat-penyakit-suka-sesama-jenis-homosex.html